Di era globalisasi sekarang ini, transaksi bisnis yang menggunakan mata uang asing bukan sesuatu yang aneh, apalagi bagi perusahaan yang memiliki anak perusahaan atau kantor cabang (operasional) di luar Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini, translasi laporan keuangan anak perusahaan—yang menggunakan mata uang asing—masih merupakan tantangan tersendiri bagi sebagian akuntan dan orang accounting pada umumnya. Terlebih-lebih setelah diberlakukannya IFRS. Lewat tulisan ini JAK ingin membahas prosedur translasi (laporan Keuangan) mata uang asing sesuai ketentuan IFRS, satu-per-satu dan selangkah-demi-selangkah.
Translasi (atau konversi) mata uang asing dalam laporan keuangan, buat saya pribadi, bukan sesuatu yang sederhana, apalagi jika harus mengikuti standar pelaporan keuangan yang terus berubah dari waktu-ke-waktu. Prosedurnya itu sendiri sudah rumit, ditambah lagi dengan langkah-langkah prosedur yang lumayan panjang, sehingga urusan mentranslasikan laporan keuangan bermata uang asing, bukan bekerjaan yang mudah.
Tapi jangan khawatir, mudah-mudahan, tulisan JAK ini bisa membantu anda untuk memahami prosedur translasi laporan keuangan bermata-uang asing dengan lebih mudah.
Dalam IFRS, teknis dan prosedur translasi laporan keuangan dengan mata uang asing diatur dalam IAS 21. Dalam PSAK, saya yakin ini diberi kode PSAK 21. Jika anda punya cukup waktu dan bisa memahami panduan IFRS asli dan PSAK, silahkan baca. Jika tidak, silahkan ikuti tulisan ini hingga selesai.
Ada 2 metode yang disarankan oleh IFRS, dalam mentranslasikan laporan keuangan anak perusahaan (subsidiary entities) yang menggunakan mata uang asing, yaitu:
- Translasi ke dalam mata uang pelaporan (presentation currency); dan
- Translasi ke dalam mata uang fungsional (functional currency).
Ada kalanya suatu perusahaan tunggal (tidak memiliki perusahaan anak), tetapi bertransaksi dalam mata uang asing, sehingga perlu mengkonversikan nilai nominal transkasi-transaksi tersebut. Untuk itu, yang digunakan BUKAN salah satu dari kedua metode translasi di atas, melainkan prosedur “translasi atas transkasi mata uang asing” secara langsung. Saya juga akan bahas prosedur ini.
Tak kalah pentingnya untuk diketahui oleh mereka yang melakukan pekerjaan translasi laporan keuangan, yaitu “Disklosur khusus—untuk situasi tertentu—sehubungan dengan translasi mata uang asing”.
Saya akan bahas keempat topik tersebut, lewat seri tulisan ini (mudah-mudahan tidak kepanjangan) secara bertahap, satu-per-satu, setahap-demi-setahap. Tetapi sebelum itu, ada satu hal yang sangat penting untuk diketahui yaitu mengenai…
Apa itu Mata Uang Fungsional dan Apa Itu Mata Uang Asing?
Memahami konsep “mata uang fungsional” dan “mata uang asing” adalah kunci untuk memahami prosedur translasi laporan keuangan, secara keseluruhan. Tanpa pemahaman ini, mustahil bisa memahami prosedur translasi laporan keuangan dengan benar.
Kita mulai dengan pertanyaan: apa itu mata uang fungsional (functional currency)?
IFRS mendefinisikannya mata uang fungsional sebagai:
“the currency of the primary economic environment in which an entity operates.”
Sehingga, jika saya terjemahkan secara bebas, maka:
“Mata uang fungsional adalah mata uang (yang dipergunakan) dalam lingkungan ekonomi utama dimana perusahaan beroperasi”.
Apakah definisi di atas bisa dipahami? Saya yakin tidak banyak orang yang bisa langsung paham. Begitulah bahasa standard, memang agak sulit untuk dipahami. Itu sebabnya saya agak enggan menggunakan bahasa standar (atau ilmiah). Dalam definisi versi IFRS di atas misalnya, saya yakin tidak semua orang paham dengan istilah “primary economic environment”—bahkan untuk bule sekalipun. Kalau harfiahnya, mungkin semua orang juga tahu, bagaimana dengan makna kontekstualnya?
Yang dimaksud dengan “mata uang lingkungan ekonomi utama” dalam konteks ini, biasanya (tapi tidak selalu), adalah: mata uang yang dihasilkan atau dibelanjakan, secara mayoritas, dalam operasional perusahan.
Lumrah dan logisnya (meskipun tidak selalu), perusahaan menghasilkan dan membelanjakan kas dalam mata uang lokal dimana perusahaan beroperasi. Misalnya: perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia, lumrahnya, menghasilkan dan membelanjakan kas dalam mata uang Rupiah (IDR), secara mayoritas—meskipun ada yang dalam mata uang asing tetapi porsinya tidak banyak.
Sehingga, mata uang fungsional biasanya (meskipun tidak selalu) adalah mata uang lokal dimana perusahaan beroperasi. Misalnya: JAK Corp. punya anak perusahaan bernama JAK Pte Ltd yang beroperasi di Singapore. Maka, lumrahnya, mata uang fungsionalnya JAK Pte Ltd adalah Singapore Dollar (SIN$).
Bagaimanapun juga, seperti telah saya sebutkan berulangulang, “mata uang lokal” TIDAK SELALU otomatis menjadi mata uang fungsional.
Mata uang fungsional, menurut IFRS, adalah mata uang yang:
- secara mayoritas, mempengaruhi harga jual dan harga beli barang/jasa, ATAU digunakan sebagai pengukur nilai beli atau nilai jual oleh regulator dimana perusahaan beroperasi.
- secara mayoritas mempengaruhi harga bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya-biaya lain, sehubungan dengan pembuatan produk/jasa yang diperdagangkan.
Sekalilagi, dari petunjuk di atas bisa dilihat bahwa, menurut IFRS:
“Mata uang lokal” dimana anak perusahaan beroperasi TIDAK OTOMATIS menjadi mata uang fungsionalnya. Bisa saja mata uang fungsionalnya adalah mata uang asing, jika kriteria di atas terpenuhi. Ini penting. Harus diingat baik-baik.
Sebagai lawan dari mata uang fungsional (functional currency) adalah “mata uang asing” (foreign currency). Sehingga yang dimaksudkan dengan “mata uang asing”—dalam konteks pelaporan keuangan—adalah: mata uang selain mata uang fungsional. Dan yang dimaksudkan dengan “transaksi mata uang asing” adalah transkasi-transaksi yang diukur (atau istilah standarnya “didenominasi”) dalam satuan mata uang selain mata uang fingsional atau memerlukan pelunasan dalam mata uang selain mata uang fungsional—yang timbul ketika perusahaan:
- Membeli dan menjual barang atau jasa dalam bentuk kredit yang harganya didenominasi (diukur) dalam satuan mata uang asing.
- Meminjam atau meminjamkan dana atau utang-piutang yang didenominasi dalam mata uang asing.
- Memperoleh/membeli atau menjual aset tetap dalam mata uang asing.
- Melunasi kewajiban yang didenominasi (diukur) dalam satuan mata uang asing.
Misalnya: Jika meneruskan contoh sebelumnya, dimana mata uang fungsional JAK Pte Ltd adalah SIN$, maka mata uang apapun selain SIN$ adalah “mata uang asing” bagi JAK Pte Ltd. Dan, transkasi-transaksi dalam mata uang apapun selain SIN$ adalah “transaksi mata uang asing” bagi JAK Pte Ltd.
Mengenai konsep mata uang fungsional, mata uang asing, dan transaksi mata uang asing, saya rasa sudah cukup jelas (jika belum, silahkan dibaca kembali, pelan-pelan atau tanyakan via ruang komentar). Berikutnya kita bahas bahas prosedur translasi, satu-per-satu, langkah-demi-langkah. Kita mulai dengan translasi ke dalam mata uang pelaporan…
Prosedur Translasi Ke Dalam Mata Uang Pelaporan (Presentation Currency)
Prosedur ini dipergunakan jika mata uang fungsional perusahaan anak adalah mata uang lokal dimana perusahaan anak beroperasi.
Misalnya: dari contoh kasus sebelumnya. JAK Corp berkedudukan di Indonesia memiliki perusahaan anak JAK Pte Ltd yang beroperasi di Singapore. Mata uang lokal Singapore sudah pasti SIN$. Jika (setelah diteliti), ternyata mata uang fungsional JAK Pte Ltd kebetulan juga SIN$, maka prosedur yang dipergunakan adalah “prosedur translasi ke dalam mata uang pelaporan.”
“Apa itu mata uang pelaporan?” mungkin ada yang bertanya seperti itu.
Yang dimaksud dengan “mata uang pelaporan” (presentation currency) adalah mata uang yang dipergunakan oleh perusahaan induk dalam melaporkan seluruh aktivitas operasional usahanya, termasuk operasional anak-anak perusahaan yang ada di luar negeri.
Sehingga “Translasi ke dalam mata uang pelaporan” artinya, mengkonversikan laporan keuangan anak perusahaan—yang menggunakan mata uang lokal dimana beroperasi sebagai mata uang fungsional—ke dalam dalam mata uang pelaporan perusahaan induk.
Misalnya:
JAK Corp berkedudukan di Indonesia, listing di BEJ, mata uang pelaporan JAK Corp di BEJ adalah Indonesian Rupiah (IDR). Merujuk ke contoh kasus sebelumnya, maka akuntan JAK Corp perlu mentranlasikan laporan keuangan anak perusahaannya yang di Singapore (JAK Pte Ltd)—yang menggunakan SIN$ sebagai mata uang fungsional—ke dalam satuan IDR, sebelum diikutsertakan (atau dikonsolidasikan) ke dalam laporan keuangan JAK Corp di Indonesia.
(Note: translasi tidak harus dilakukan oleh perusahaan induk, pada prakteknya bisa saja dilakukan oleh anak perusahaan sebelum mengirimkan laporan keuangannya ke perusahaan induk).
Penting untuk diketahui: ”mata uang lokal” dimana perusahaan induk berkedudukan TIDAK serta-merta menjadi mata uang pelaporan. Dalam kasus JAK Corp yang berdudukan di Indonesia tadi misalnya, jika disamping listing di BEJ JAk Corp juga listing di Nasdaq (Amerika Serikat), maka mata uang pelaporannya untuk di Nasdaq adalah USD. Atau bisa jadi mengunakan USD baik untuk di BEJ maupun di Nasdaq. Jika ini situasinya, maka laporan keuangan JAK Pte Ltd (yang menggunakan SIN$ sebagai mata uang fungsional) ditranslasikan ke dalam USD.
Nah, bagaimana prosedur translasi ke dalam mata uang pelaporan? Berikut adalah langkah-langkahnya:
Langkah-1. Identifikasi dan Tentukan Mata Uang Fungsional Anak Perusahaan (subsidiary) – Seperti sudah saya sampaikan di atas, anak perusahaan bisa saja bertransaksi dalam beragam mata uang. Untuk itu, sebelum translasi dilakukan, perlu mengidentifikasi mata uang fungsionalnya. (Lihat caranya dalam penjelasan sebelumnya mengenai konsep mata uang fungsinal)
Langkah-2. Konversikan Transaksi Anak Perusahaan Ke Dalam Mata Uang Fungsionalnya – Setelah di langkah-1 selesai dilakukan (dan mata uang fungsional telah diketahui), maka di langkah yang kedua ini anda mengkonversikan semua transkasi yang terjadi di perusahan anak (apapun mata uangnya) ke dalam mata uang fungsionalnya. Penting untuk diperhatikan, semua anak perusahaan sebaiknya menggunakan mata uang fungsional secara konsisten dari tahun-ke-tahun, sehingga ada basis perbandingan yang pasti ketika pelaporan muti-tahun diperlukan.
Langkah-3. Konversikan hasil Laporan Posisi Keuangan (Neraca) ke Mata Uang Pelaporan – Setelah semua laporan keuangan anak perusahaan dikonversikan ke mata uang fungsionalnya (langkah-2), di langkah ketiga ini anda mengkonversikan semua laporan keuangan (baik anak perusahaan maupun induknya). Bisa saja perusahaan induk juga bertransaksi dalam beragam mata uang, selain mata uang pelaporannya. Misalnya: untuk pelaporan listing di Nasdaq, JAK corp menggunakan USD sebagai mata uang pelporan, sementara sebagian besar transkasi di JAK corp dalam IDR. Dalam situasi ini maka laporan posisi keuangan (Neraca) JAK corp—sebagai perusahaan induk-pun perlu dikonversikan ke dalam mata uang pelaporan.
Yups. Hanya tiga langkah saja. Mudah bukan?
Oopps.. ada ketentuan khusus yang harus diperhatikan APABILA perusahaan (entah anak atau induk perusahaan) berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami inflasi di luar batas kewajaran (bahasa standardnya “Hyperinflasi”). IAS 21 menyebutkan beberapa indikasi utama yang menunjukan adanya hyperinflasi—dalam suatu negara, yaitu:
- Perilaku populasi terhadap mata uang lokal;
- Harga yang bertautan dengan indeks harga; dan
- Akumulasi rate inflasi selama tiga tahun mendekati atau mencapai 100%.
(Catatan: Tolong jangan tanya saya megenai indikasi yang pertama dan kedua, karena jujur saja saya belum mencari tahu apa yang dimaksudkan dalam hal ini. Sejauh yang saya tahu, dalam prakteknya, yang dijadikan patokan utama adalah indikasi yang ketiga. Akan sangat bermanfaat bila ada yang berkenan sharing mengenai indikasi yang pertama dan kedua).
Prosedur translasi khusus seperti apa yang harus dipergunakan bila perusahaan berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami hyperinflasi?
Jika perusahaan berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami hyperinflasi, menurut IFRS (IAS 21),maka LANGKAH-3 diatas harus memperhatikan 4 ketentuan berikut ini:
- Tranlasikan semua ASET dan LIABILITAS dengan menggunakan “nilai tukar penutupan” (closing rate)—termasuk komparasinya (jika ada). Sebagai informasi tambahan, yang dimaksud dengan closing rate dalam hal ini adalah “spot exchange rate” pada TANGGAL NERACA. Sementara yang dimaksud dengan “spot exchange rate” adalah nilai tukar yang bisa direalisasikan segera untuk pertukaran mata uang pada waktu tertentu (dalam hal ini adalah pada tanggal neraca).
- Translasikan (konversikan) semua PENDAPATAN dan BIAYA/COST dari masing-masing Laporan Laba Rugi—termasuk komparasinya (jika ada)—dengan menggunakan nilai tukar (exchange rate) pada TANGGAL TRANSAKSI. Jika rate per transaksi tidak diketahui, sebagai alternative anda bisa menggunaka “rate rata-rata” selama kurun waktu periode pelaporan.
- Akui selisih pertukaran—atas konversi yang dilakukan—di akun “Pendapatan Kemprehsif Lain” pada laporan “Laba/Rugi Komperhensive.” Pada Neraca konsolidasi perusahaan induk, selisih pertukaran diamasukan ke dalam kelompok “Ekuitas” sebagai “Cadangan Translasi Mata Uang Asing” hingga anak perusahaan ditutup (tidak beroperasi lagi). Lihat prosedur berikutnya…
- Pada saat penutupan (penghentian operasional) anak perusahaan, akumulasi nilai selisih pertukaran yang selama ini berada di akun “Cadangan Translasi Mata Uang Asing” direklasifikasikan dari equity ke Laba atau Rugi (sebagai adjustment) bersamaan dengan pengakuan “Laba/Rugi Penutupan Anak Perusahaan.”
Sebelum lanjut ke metode translasi berikutnya, mungkin ada yang bertanya-tanya:
“Persisnya, nilai tukar (rate) mana yang digunakan?” Silahkan baca catatan khusus di bawah ini…
Rate Pertukaran Yang Digunalan Dalam Perhitungan Konversi Mata Uang Asing
Berikut adalah patokan dasar yang bisa digunakan dalam menghitung konversi mata uang asing secara umum:
- Jika ADA, maka rate pertukaran yang digunakan adalah closing rate pada tanggal transaksi (lihat penjelasan prosedur di atas).
- Jika TIDAK ADA closing rate, maka bisa menggunakan rate yang paling dekat dengan tanggal transaksi (rate yang berlaku besok paginya)
- Jika ‘tanggal-laporan-keuangan-yang-akan-konversikan (ditranslasikan)’ berbeda dengan ‘tanggal-laporan-keuangan-kemana-akan dikonversikan (ditranslasikan)’ maka tentukan tanggal yang paling sesuai untuk dipergunakan sebagai basis translasi secara keseluruhan—untuk kemudian digunakan sebagai rate untuk konversi.
- Jika ada ada beberapa rate yang tersedia sebagai basis translasi, maka gunakan rate basis translasi yang bisa digunakan sebagai basis rate perhitungan dana yang akan dipergunakan saat pembagian dividen. Sebagai alternative, bisa juga menggunakan rate yang akan digunakan untuk melakukan pembayaran (pelunasan) kepada pihak ketiga.
Di luar prosedur (dan ketentuan rate konversi) di atas, ada prinsip penting yang harus diperhatikan dalam melakukan translasi yaitu:
Kaitan ekonomis antar-elemen dalam laporan keuangan anak perusahaan yang ditranslasikan TIDAK BOLEH berubah setelah ditranslasikan ke dalam mata uang presentasi. Misalnya: Jika CURRENT RATIO laporan keuangan perusahaan anak—yang menggunakan mata uang fungsional—sebelum ditranlasikan adalah 3:1 dengan GROSS MARGIN 30% dari PENJUALAN BERSIH, maka setelah ditranlasikan kedua rasio tersebut tidak boleh berubah. Tujuan utama translasi laporan keuangan (anak perusahaan) dengan mata uang asing ke mata uang pelaporan adalah: agar aktivitas semua bisnis (induk dan anak) bisa dievaluasi dengan menggunakan alat ekur ekonomis yang sama.
Untuk prosedur translasi (laporan keuangan) mata uang asing sesuai IFRS part-1, saya cukupkan sampai di sini. Di tulisan berikutnya (Part-2) saya akan bahas mengenai: translasi ke dalam mata uang fungsional, konversi transkasi dengan mata uang asing, dan disklosur-disklosur (footnotes) yang diperlukan dalam penyajian laporan posisi keuangan (Neraca) sehubungan dengan translasi (laporan keuangan) mata uang asing. Selamat berakhir pekan.
0 komentar:
Posting Komentar