Tragedi Heysel terjadi pada tanggal 29 Mei 1985 di mana pada saat itu tengah terjadi pertandingan antara Liverpool danJuventus di Piala Champions (saat ini Liga Champions). Peristiwa ini merupakan sejarah buram persepakbolaan Dunia pada umumnya, dan menjadi raport merah untuk Inggris pada tahun itu, karena pada saat itu klub-klub Inggris sedang memasuki masa jayanya.
Karena peristiwa tersebut pula tim-tim dari Inggris dilarang bermain di tingkat internasional selama 5 tahun lamanya. Peristiwa itu bermula dari fans masing-masing klub yang saling mengejek dan melecehkan. Lalu tiba-tiba sekitar satu jam sebelum kick off kelompok hooliganLiverpool (the kop) menerobos pembatas penonton dan masuk ke wilayah tifosi Juventus. Tidak terjadi perlawanan karena yang berada di bagian tersebut bukanlah kelompok Ultras (Pendukung fanatik Juventus). Pendukung Juventus pun berusaha menjauh namun kemudian sebuah tragedi terjadi. Dinding pembatas di sektor tersebut roboh karena tidak kuasa menahan beban dari orang-orang yang terus berusaha merangsek dan melompati pagar. Ratusan orang tertimpa dinding yang berjatuhan. Akibat peristiwa ini sebanyak 39 orang meninggal dunia dan 600 lebih lainnya luka-luka.
Tragedi dalam dunia persepakbolaan yang merenggut puluhan korban tewas, kemarin 02 Februari 2012 terjadi lagi, tragedi ini sedikitnya merenggut 74 orang tewas dan sekitar 1.000 lainnya luka-luka akibat kerusuhan usai suatu pertandingan sepakbola di Kota Port Said, Mesir, Rabu malam waktu setempat. Ini merupakan kerusuhan paling maut dalam dunia sepak bola. Dari 74 orang yang meninggal, kebanyakan korban yang meninggal dunia akibat tergencet orang-orang yang panik dan juga terjatuh dari tribun. Korban yang jatuh tak hanya dari pihak suporter (penonton) tapi juga dari pihak kepolisian.
Menurut berita dari media cetak, internet (online) dan televisi, kerusuhan terjadi di dalam stadion lokasi pertandingan liga domestik Mesir yang mempertemukan klub tuan rumah al-Masry dengan Al Ahli dari Kairo. Kerusuhan massal terjadi setelah pertandingan usai, meskipun menghasilkan kemenangan untuk Al-Masry atas Al Ahli dengan skor 3-1.
Menurut para saksi yang menyaksikan pertandingan tersebut, kerusuhan berawal dari ulah suporter Al Ahli membentangkan spanduk yang memprovokasi dan cenderung menghina Kota Port Said dan para pendukung Al-Masry sehingga menyulut kemarahan para suporter dari Al-Masry dan ketika salah seorang penonton menanggapi secara frontal provokasi yang dilancarkan suporter Al-Ahli dengan berlari ke lapangan untuk menyerang suporter dan sekaligus para pemain Al-Ahli yang masih ada dilapangan maka dengan serentak ribuan pendukung Al-Masry turun ke lapangan dan terjadilah kerusuhan masal sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. Para pendukung fanatik Al-Masry pun menyerang membabi-buta sebelum akhirnya terjadi perang terbuka antar suporter ke dua tim.
Semoga kedua tragedi tragis yang terjadi dalam dunia sepak bola pada khususnya atau dunia olah raga pada umumnya tersebut mampu diambil hikmah dan pelajaran untuk para suporter, fanatik boleh tapi jangan sampai sifat fanatik tersebut merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. Pendukung suatu tim agar mampu mengendalikan emosi dan dapat lebih sabar ketika menyaksikan tim kesayangan bertanding. Dalam suatu pertandingan, kalah dan menang adalah jawaban untuk aksi di dalam lapangan, pemain dan pendukung harus mampu menerima kekalahan dan kemenangan secara legowo. Jangan sampai kekalahan dan kemenangan menjadi alasan dan pembenaran untuk aksi tidak terpuji (kerusuhan) dalam suatu pertandingan.
Pemain harus mampu memberi contoh kepada para suporter yang fanatik untuk bersikap dan menjunjung tinggi nilai sportivitas dalam suatu pertandingan jangan sampai sikap para pemain di lapangan cenderung memprovokasi para pendukungnya untuk berlaku anarkis. Dan para suporter sendiri harus berlaku ramah dan bersahabat dengan para pendukung lainnya.
Satu kata, tetap junjung tinggi nilai sportivitas dalam dunia sepak bola dan dunia olah raga lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar